Kamis, 16 Oktober 2014



Masuknya kebudayaan Hindu-Budha ke Indonesia

Masuknya kebudayaan Hindu-Budha ke Indonesia melalui proses yang panjang. Berbagai pendapat para ahli meskipun masih berupa dugaan sementara, cukup berguna untuk memberikan pemahaman tentang bagaimana proses masuk dan berkembangnya kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Teori tentang masuknya kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada dasarnya dapat dibagi dalam dua pandangan. Pendapat pertama menekankan pada peran aktif dari orang-orang India dalam menyebarkan Hindu-Budha (teori Waisya, teori Ksatria, dan teori Brahmana. Pendapat kedua mengemukakan peran aktif orang-orang Indonesia dalam menyebarkan agama Hindu-Budha di Indonesia (teori Arus Balik).
1.  Teori Waisya
Teori Waisya dikemukakan oleh NJ. Krom yang menyatakan bahwa golongan Waisya (pedagang) merupakan golongan terbesar yang berperan dalam menyebarkan agama dan kebudyaan Hindu-Budha. Para pedagang yang sudah terlebih dahulu mengenal Hindu-Budha datang ke Indonesia selain untuk berdagang mereka juga memperkenalkan Hindu-Budha kepada masyarakat Indonesia. Karena pelayaran dan perdagangan waktu itu bergantung pada angin musim, maka dalam waktu tertentu mereka menetap di Indonesia jika angin musim tidak memungkinkan untuk kembali. Selama para pedagang India tersebut tinggal menetap, memungkinkan terjadinya perkawinan dengan perempuan-perempuan pribumi. Dari sinilah pengaruh kebudayaan India menyebar dalam kehidupan masyarakat Indonesia. 2.  Teori Ksatria
Teori Ksatria berpendapat bahwa penyebaran kebudayaan Hindu-Budha yang dilakukan oleh golongan ksatria. Pendukung teori Ksatria, yaitu:
C.C. Berg menjelaskan bahwa golongan ksatria turut menyebarkan kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Para ksatria India ini ada yang terlibat konflik dalam masalah perebutan kekuasaan di Indonesia. Bantuan yang diberikan oleh para ksatria ini sedikit banyak membantu kemenangan bagi salah satu kelompok atau suku di Indonesia yang bertikai. Sebagai hadiah atas kemenangan itu, ada di antara mereka yang dinikahkan dengan salah satu putri dari kepala suku atau kelompok yang dibantunya. Dari perkawinannya itu, para ksatria dengan mudah menyebarkan tradisi Hindu-Budha kepada keluarga yang dinikahinya tadi. Selanjutnya berkembanglah tradisi Hindu-Budha dalam kerajaan di Indonesia.Mookerji mengatakan bahwa golongan ksatria dari Indialah yang membawa pengaruh kebudayaan Hindu-Budha ke Indonesia. Para Ksatria ini selanjutnya membangun koloni-koloni yang berkembang menjadi sebuah kerajaan.J.L. Moens menjelaskan bahwa proses terbentuknya kerajaan-kerajaan di Indonesia pada awal abad ke-5 ada kaitannya dengan situasi yang terjadi di India pada abad yang sama. Sekitar abad ke-5, ada di antara para keluarga kerajaan di India Selatan melarikan diri ke Indonesia sewaktu kerajaannya mengalami kehancuran. Mereka itu nantinya mendirikan kerajaan di Indonesia. 3.  Teori Brahmana
sumber gambar: http://dedicatedkaurs.blogspot.com/ Teori ini dikemukakan oleh Jc.Van Leur yang menyatakan bahwa agama dan kebudayaan Hindu-Budha yang datang ke Indonesia dibawa oleh golongan Brahmana (golongan agama) yang sengaja diundang oleh penguasa Indonesia. Pendapatnya didasarkan pada pengamatan terhadap sisa-sisa peninggalan kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha di Indonesia, terutama pada prasasti-prasasti yang menggunakan Bahasa Sansekerta dan Huruf Pallawa. Di India bahasa itu hanya digunakan dalam kitab suci dan upacara keagamaan dan hanya golongan Brahmana yang mengerti dan menguasai penggunaan bahasa tersebut. Teori ini mempertegas bahwa hanya kasta Brahmana yang memahami ajaran Hindu secara utuh dan benar. Para Brahmanalah yang mempunyai hak dan mampu membaca kitab Weda (kitab suci agama Hindu) sehingga penyebaran agama Hindu ke Indonesia hanya dapat dilakukan oleh golongan Brahmana. 4.  Teori Arus Balik
Teori ini dikemukakan oleh F.D.K Bosch yang menjelaskan peran aktif orang-orang Indonesia dalam penyebaran kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Menurut Bosch, yang pertama kali datang ke Indonesia adalah orang-orang India yang memiliki semangat untuk menyebarkan Hindu-Budha. Karena pengaruhnya itu, ada di antara tokoh masyarakat yang tertarik untuk mengikuti ajarannya. Pada perkembangan selanjutnya, banyak orang Indonesia sendiri yang pergi ke India untuk berziarah dan belajar agama Hindu-Budha di India. Sekembalinya di Indonesia, merekalah yang mengajarkannya pada masyarakat Indonesia yang lain.

Pada dasarnya para ahli sejarah membuat dua kemungkinan tentang proses masuk dan berkembangnya kebudayaan India ke Indonesia, yakni :

1. Bangsa Indonesia Bersikap Pasif

Teori ini memberi pengertian bahwa bangsa Indonesia hanya sekadar menerima kebudayaan India yang datang ke Indonesia. Pendapat yang mendukung teori ini cenderung melihat bahwa telah terjadi kolonisasi, baik secara langsung maupun tidak langsung dari bangsa India terhadap bangsa Indonesia. Oleh karena itu, diduga kebudayaan India yang berkembang di Indonesia mempunyai sifat dan bentuk seperti di negeri asal.

2. Bangsa Indonesia Bersikap Aktif

Teori ini memberi pengertian bahwa bangsa Indonesia sendiri yang berperan aktif mencari tahu dan mengembangkan kebudayaan India. Hal itu dimungkinkan karena kemampuan bangsa Indonesia yang dapat mengarungi samudera dengan perahu sederhana dapat mencapai India. Bangsa Indonesia tertarik dengan keteraturan dan keunggulan peradaban India sehingga berkeinginan menirunya. Salah satu caranya adalah bangsa Indonesia mengundang para brahmana India ke Indonesia untuk memperkenalkan kebudayaannya.

Para ahli sejarah juga telah membuat beberapa kemungkinan tentang para pembawa dan pengembang kebudayaan India di Indonesia. Terdapat tiga teori tentang pembawa dan pengimbang kebudayaan India di Indonesia, yaitu :

1. Teori Ksatria (Pendapat F.D.K. Bosch)

Teori ksatria menyatakan bahwa masuknya kebudayaan India ke Indonesia disebabkan adanya proses kolonisasi di wilayah India oleh orang-orang India. Raja-raja beserta prajurit India datang menyerang  dan mengalahkan kelompok- kelompok masyarakat yang ada di Indonesia. Wilayah koloni-koloni itulah yang menjadi pusat penyebaran kebudayaan India.

2. Teori Waisya (Pendapat N.J. Krom)
Teori waisya menyatakan bahwa masuknya kebudayaan India ke Indonesia dibawa dan disebarkan oleh para pedagang India yang singgah di bandar-bandar Indonesia. Para pedagang India yang singgah di bandar-bandar Indonesia sambil menunggu arah angin yang tepat untuk melanjutkan perjalanan ada yang menetap di Indonesia. Mereka ada yang menetap sementara dan ada pula yang menetap untuk selamanya. Mereka menetap selamanya karena telah menikah dengan wanita Indonesia. Dari perkawinan inilah makin memudahkan proses penyebaran kebudayaan India. Proses penyebaran kebudayaan juga makin lancar apabila para pedagang India itu dekat dengan penguasa lokal.
3. Teori Brahmana (Pendapat J.C. van Leur)
Teori brahmana menyatakan bahwa masuknya kebudayaan India ke Indonesia dibawa oleh para brahmana. Berdasarkan teori ini, para brahmana India itu datang ke Indonesia atas undangan para penguasa lokal di Indonesia. Dengan demikian, kebudayaan India yang berkembang di Indonesia adalah budaya golongan brahmana. Dari beberapa teori pembawa pengaruh kebudayaan India ke Indonesia, teori brahmana agaknya yang memiliki dasar kuat. Alasan yang dikemukakan para pendukung teori brahmana dalam menyangkal teori lainnya, antara lain sebagai berikut:
a. Tidak ada bukti yang mendukung bahwa para prajurit dan ksatria India mengadakan penguasaan wilayah (kolonisasi) di Indonesia. Sumber tertulis tentang proses kolonisasi, baik dari India maupun Indonesia tidak ditemukan. Selain itu, hal-hal yang selalu mengikuti proses kolonisasi berupa pemindahan segala unsur kemasyarakatan negeri induk (penjajah) tidak ditemui. Kalaupun ada di wilayah Nusantara yang ditempati oleh kelompok masyarakat India bukanlah proses kolonisasi. Namun, mereka adalah masyarakat biasa yang kebetulan bermata pencaharian sama sebagai pedagang. Tempat seperti itu sekarang masih dapat ditemui di bagian wilayah barat Indonesia yang disebut Kampung Keling.

b. Kemungkinan pembawa kebudayaan India ke Indonesia adalah para pedagang sesungguhnya juga kurang tepat. Alasannya, pedagang yang datang ke Indonesia adalah para pedagang keliling yang berasal dari kalangan biasa. Padahal, sifat kebudayaan India yang berkembang di Indonesia adalah kebudayaan tinggi. Alasan lainnya, hubungan pedagang India dengan penguasa lokal di Nusantara hanyalah masalah perdagangan. Dengan demikian, mustahil para pedagang tersebut mempunyai pandangan tentang tata negara dan hal keagamaan.

c. Pengaruh keagamaan dari India yang datang ke Indonesia salah satunya adalah agama Hindu. Padahal, agama Hindu pada awalnya bukanlah agama untuk umum. Artinya, pendalaman agama tersebut hanya dapat dilakukan oleh kaum brahmana. Merekalah yang dibenarkan mendalami kitab-kitab suci. Pada praktiknya, di dalam agama Hindu lahir beberapa aliran. Adapun sekte agama Hindu yang besar pengaruhnya di Jawa dan Bali adalah Saiya- Siddharta. Pada prinsipnya sekte Saiva-Siddharta bersifat esoteris. Untuk mencapai tingkatan brahmana guru, para brahmana biasa mengalami ujian berat dan bertahun-tahun lamanya. Ketika brahmana biasa ditasbihkan menjadi brahmana guru, ia dianggap telah mampu merubah air menjadi amerta. Brahmana demikianlah yang datang ke Indonesia atas undangan para penguasa lokal. Mereka diminta melakukan upacara khusus yang disebut Vratyastoma. Pada dasarnya kesaktian para brahmana inilah yang menyebabkan mereka didatangkan ke Indonesia. Mereka kemudian mendapat kedudukan terhormat di kalangan penguasa Indonesia dan menjadi inti golongan brahmana Indonesia yang berkembang kemudian.

Bersamaan dengan masuknya agama Hindu di Indonesia, masuk pula agama dan kebudayaan Buddha. Berita tentang masuknya agama Buddha di Indonesia bersumber dari keterangan seorang Cina bernama Fa Hien. Dari India, Fa Hien berlayar pulang ke Cina. Pada saat melewati Nusantara, kapalnya mengalami kerusakan akibat angin topan. Fa Hien terpaksa singgah di Ye-po-ti (Jawadwipa). Fa Hien mengatakan bahwa di Ye-po-ti banyak dijumpai berhala dan kaum brahmana, sedangkan agama Buddha hampir tidak ada. Hal itu berarti pada awal abad ke-5 agama Buddha belum masuk ke Jawa.

Pada abad ke-7 di Indonesia terdapat prasasti bersifat Buddha yang dibuat oleh raja-raja Sriwijaya. Hal itu menunjukkan bahwa pada abad ke-7 M agama Buddha masuk di Indonesia. Mula-mula yang berkembang adalah aliran Buddha Hinayana. Karena tidak cocok dengan kehidupan perdagangan dan paham animisme yang berkembang di Sriwijaya akhirnya berkembang aliran Buddha Mahayana.

Masuknya kebudayaan India menjadikan bangsa Indonesia mulai mengenal tulisan dengan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Dengan demikian, Bangsa Indonesia mulai memasuki zaman Sejarah, yaitu suatu periode atau pembabakan waktu ketika manusia mulai mengenal tulisan dan meninggalkan keterangan tertulis yang sezaman. Peninggalan tertulis itu dapat berupa prasasti (tulisan yang dipahatkan pada batu), tulisan pada daun lontar, ataupun dokumen lainnya. Setelah bangsa Indonesia mengenal huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta, pertumbuhan dan perkembangan masyarakat serta kebudayaannya makin cepat. Struktur masyarakat mulai berkembang lebih teratur dan terorganisasi.

Masyarakat yang sebelumnya hanya merupakan kelompok-kelompok sosial yang dipimpin oleh kepala suku mulai mengenal sistem pemerintahan dalam bentuk kerajaan yang bercorak Hindu ataupun Buddha.

Agama Hindu pada awal perkembangannya di Indonesia membawa pengaruh besar dalam sistem kemasyarakatannya. Sistem kasta yang sebenarnya bermakna pada pembagian tugas dan kewajiban pada setiap orang yang berlaku di dalam ajaran Hindu di India juga berkembang di Indonesia. Dengan sistem kasta menyebabkan masyarakat Hindu seakan-akan saling hidup terpisah dan membentuk kelompok sosial sendiri. Hal itu menyebabkan adanya jurang pemisah yang lebar antara kasta tinggi (kasta Brahmana dan kasta Ksatria) dan kasta rendah (kasta Waisya dan kasta Sudra). Stratifikasi yang mencolok itu menyebabkan kasta Brahmana memiliki peranan dan pengaruh paling besar dalam tata kehidupan masyarakat, termasuk kepada raja sekalipun. Kaum brahmana jugalah yang berhak membaca dan mempelajari kitab suci agama Hindu (Weda) serta yang mengatur upacara keagamaan. Oleh karena itu, kaum brahmana mendapat kedudukan yang tinggi di dalam setiap kerajaan Hindu (sebagai penasihat raja).

Perlu diingat bahwa pelaksanaan sistem kasta itu hanya berlaku pada saat agama dan kebudayaan Hindu baru masuk dan berkembang beberapa saat di Indonesia. Seiring dengan perkembangan zaman, sistem kasta itu hanya dijadikan ajaran dalam agama Hindu di Indonesia saat ini, tetapi tidak dilaksanakan secara mutlak. Setiap pemeluk agama Hindu mempunyai tugas dan hak yang sama dalam beribadah dan bermasyarakat.
Kelebihan teori Waisya:
Banyaknya sumber daya alam di Indonesia membuat para Waisya (kelompok pedagang) tertarik untuk bertransaksi jual beli di Indonesia. Pada saat itu, kebanyakan pedagang yang datang ke Indonesia berasal dari India yang merupakan pusat agama hindu, sehingga ketika mereka berdagang, mereka juga menyebarkan ajaran agama Hindu dan Buddha.
Kelemahan teori Waisya:
Para pedagang yang termasuk dalam kasta Waisya tidak menguasai bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa yang umumnya hanya dikuasai oleh kasta Brahmana.
Kelebihan
·         Semangat berpetualang dan menaklukan daerah lain, pada saat itu umumnya dimiliki oleh para Ksatria (keluarga kerajaan)
·         Tiga ahli mengemukakan pendapatnya tentang kelebihan dari teori Ksatria.
* C.C Berg
Mengemukakan bahwa para ksatria ini ada yang terlibat konflik dalam masalah perebutan kekuasaan di Indonesia. Mereka dijanjikan akan di beri hadiah apabila menang, yaitu dinikahkan dengan seorang putri dari kepala suku yang dibantunya. Dari perkawinan ini, tradisi hindu berkembang dengan mudah.
* Mookerji
Mengemukakan bahwa para ksatria ini membangun koloni-koloni yang akhirnya berkembang menjadi kerajaan dan menjalin hubungan dengan kerajaan India.
* J.L. Moens
Mengemukakan bahwa pada abad ke-5, banyak para ksatria yang melarikan diri karena peperangan di India. Para ksatria yang berasal dari keluarga kerajaan mendirikan kerajaan baru di Indonesia.
Kelemahan
·         Para ksatria Tidak mengusai bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa
·         Apabila daerah Indonesia pernah menjadi daerah taklukkan kerajaan-
kerajaan India, tentunya ada bukti prasasti (jaya prasasti/jayastamba/tugu kemenangan) yangmenggambarkan penaklukkan tersebut. Akan tetapi, baik di India maupun Indonesia tidak ditemukan prasasti semacam itu. Adapun prasasti Tanjore yang menceritakan tentang penaklukkan kerajaan Sriwijaya oleh salah satu kerajaan Cola di India, tidak dapat dipakai sebagai bukti yang memperkuat hipotesis ini. Hal ini disebabkan penaklukkan tersebut terjadi pada abad ke-11 sedangkan bukti-bukti yang diperlukan harus menunjukkan pada kurun waktu yang lebih awal.

Untuk penyiaran Agama Hindu ke Indonesia, terdapat beberapa pendapat/hipotesa yaitu antara lain:

1. Hipotesis Ksatria, diutarakan oleh Prof.Dr.Ir.J.L.Moens berpendapat bahwa yang membawa agama Hindu ke Indonesia adalah kaum ksatria atau golongan prajurit, karena adanya kekacauan politik/peperangan di India abad 4 - 5 M, maka prajurit yang kalah perang terdesak dan menyingkir ke Indonesia, bahkan diduga mendirikan kerajaan di Indonesia.
Kelebihan
·         Semangat berpetualang dan menaklukan daerah lain, pada saat itu umumnya dimiliki oleh para Ksatria (keluarga kerajaan)
Kelemahan
·         Tidak mengusai bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa
·         Apabila daerah Indonesia pernah menjadi daerah taklukkan kerajaan-
kerajaan India, tentunya ada bukti prasasti (jaya prasasti/jayastamba/tugu kemenangan) yang
menggambarkan penaklukkan tersebut. Akan tetapi, baik di India maupun
Indonesia tidak ditemukan prasasti semacam itu. Adapun prasasti Tanjore
yang menceritakan tentang penaklukkan kerajaan Sriwijaya oleh salah
satu kerajaan Cola di India, tidak dapat dipakai sebagai bukti yang
memperkuat hipotesis ini. Hal ini disebabkan penaklukkan tersebut terjadi
pada abad ke-11 sedangkan bukti-bukti yang diperlukan harus menunjukkan
pada kurun waktu yang lebih awal.

2. Hipotesis Waisya, diutarakan oleh Dr.N.J.Krom, berpendapat bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh kaum pedagang yang datang untuk berdagang ke Indonesia, bahkan diduga ada yang menetap karena menikah dengan orang Indonesia.
Kelebihan
·         Pedagang tentu membutuhkan area perdagangan yang luas agar lebih untung.
·         Agama Hindu bisa didapat hanya karena keturunan, maka para pedaganglah yang berketurunan dengan orang Indonesia agar agama Hindu tersebar.
Kelemahan
·         Tidak mengusai bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa
·         Peta persebaran kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia yang lebih banyak berada di pedalaman. Namun apabila pengaruh tersebut dibawa oleh para pedagang India, tentunya pusat kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha akan lebih banyak berada di daerah pesisir pantai.


3. Hipotesis Brahmana, diutarakan oleh J.C.Vanleur berpendapat bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh kaum Brahmana karena hanyalah kaum Brahmana yang berhak mempelajari dan mengerti isi kitab suci Weda. Kedatangan Kaum Brahmana tersebut diduga karena undangan Penguasa/Kepala Suku di Indonesia atau sengaja datang untuk menyebarkan agama Hindu ke Indonesia.
Kelebihan
·         Mengusai bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa
·         Hanya para Brahmana yang bisa melakukan upacara khusus yang menjadikan seseorang menjadi pemeluk hindu (Vratyastoma)
Kelemahan
·         Dalam tradisi agama Hindu terdapat pantangan bagi kaum Brahmana untuk menyeberangi lautan
4. Hipotesis Sudra, Teori ini menyatakan bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh kasta sudra. Mereka datang ke Indonesia dengan tujuan mengubah kehidupan karena di India mereka hanya hidup sebagai pekerja kasar dan budak. 
Kelebihan
·         Semua orang yang ada pada kasta Sudra pasti ingin memperbaiki hidup, salah satu caranya adalah pergi ke tempat lain seperti Indonesia
Kelemahan
·         Tidak mengusai bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa
·         Kasta Sudra umumnya tidak memiliki ilmu pengetahuan/pendidikan
·         Biasanya jika ada budak maka ada tuannya,maka jika pastilah ada kasta yang lebih tinggi dari sudra yang membawa kasta Sudra ke Indonesia.

5. Hipotesis Campuran, Teori ini beranggapan bahwa baik kaum brahmana, ksatria, para pedagang, maupun golongan sudra bersama-sama menyebarkan agama Hindu ke Indonesia sesuai dengan peran masing-masing.
Kelebihan
·         Kasta sudra merupakan budak maka pasti para ksatria dan pedagang membutuhkan mereka untuk melakukan peran masing-masing.
·         Semua kasta sebenarnya saling membutuhkan.
Kelemahan
Dalam tradisi agama Hindu terdapat pantangan bagi kaum Brahmana untuk menyeberangi lautan



Masuknya kebudayaan Hindu-Budha ke Indonesia

Masuknya kebudayaan Hindu-Budha ke Indonesia melalui proses yang panjang. Berbagai pendapat para ahli meskipun masih berupa dugaan sementara, cukup berguna untuk memberikan pemahaman tentang bagaimana proses masuk dan berkembangnya kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Teori tentang masuknya kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada dasarnya dapat dibagi dalam dua pandangan. Pendapat pertama menekankan pada peran aktif dari orang-orang India dalam menyebarkan Hindu-Budha (teori Waisya, teori Ksatria, dan teori Brahmana. Pendapat kedua mengemukakan peran aktif orang-orang Indonesia dalam menyebarkan agama Hindu-Budha di Indonesia (teori Arus Balik).
1.  Teori Waisya
Teori Waisya dikemukakan oleh NJ. Krom yang menyatakan bahwa golongan Waisya (pedagang) merupakan golongan terbesar yang berperan dalam menyebarkan agama dan kebudyaan Hindu-Budha. Para pedagang yang sudah terlebih dahulu mengenal Hindu-Budha datang ke Indonesia selain untuk berdagang mereka juga memperkenalkan Hindu-Budha kepada masyarakat Indonesia. Karena pelayaran dan perdagangan waktu itu bergantung pada angin musim, maka dalam waktu tertentu mereka menetap di Indonesia jika angin musim tidak memungkinkan untuk kembali. Selama para pedagang India tersebut tinggal menetap, memungkinkan terjadinya perkawinan dengan perempuan-perempuan pribumi. Dari sinilah pengaruh kebudayaan India menyebar dalam kehidupan masyarakat Indonesia. 2.  Teori Ksatria
Teori Ksatria berpendapat bahwa penyebaran kebudayaan Hindu-Budha yang dilakukan oleh golongan ksatria. Pendukung teori Ksatria, yaitu:
C.C. Berg menjelaskan bahwa golongan ksatria turut menyebarkan kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Para ksatria India ini ada yang terlibat konflik dalam masalah perebutan kekuasaan di Indonesia. Bantuan yang diberikan oleh para ksatria ini sedikit banyak membantu kemenangan bagi salah satu kelompok atau suku di Indonesia yang bertikai. Sebagai hadiah atas kemenangan itu, ada di antara mereka yang dinikahkan dengan salah satu putri dari kepala suku atau kelompok yang dibantunya. Dari perkawinannya itu, para ksatria dengan mudah menyebarkan tradisi Hindu-Budha kepada keluarga yang dinikahinya tadi. Selanjutnya berkembanglah tradisi Hindu-Budha dalam kerajaan di Indonesia.Mookerji mengatakan bahwa golongan ksatria dari Indialah yang membawa pengaruh kebudayaan Hindu-Budha ke Indonesia. Para Ksatria ini selanjutnya membangun koloni-koloni yang berkembang menjadi sebuah kerajaan.J.L. Moens menjelaskan bahwa proses terbentuknya kerajaan-kerajaan di Indonesia pada awal abad ke-5 ada kaitannya dengan situasi yang terjadi di India pada abad yang sama. Sekitar abad ke-5, ada di antara para keluarga kerajaan di India Selatan melarikan diri ke Indonesia sewaktu kerajaannya mengalami kehancuran. Mereka itu nantinya mendirikan kerajaan di Indonesia. 3.  Teori Brahmana
sumber gambar: http://dedicatedkaurs.blogspot.com/ Teori ini dikemukakan oleh Jc.Van Leur yang menyatakan bahwa agama dan kebudayaan Hindu-Budha yang datang ke Indonesia dibawa oleh golongan Brahmana (golongan agama) yang sengaja diundang oleh penguasa Indonesia. Pendapatnya didasarkan pada pengamatan terhadap sisa-sisa peninggalan kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha di Indonesia, terutama pada prasasti-prasasti yang menggunakan Bahasa Sansekerta dan Huruf Pallawa. Di India bahasa itu hanya digunakan dalam kitab suci dan upacara keagamaan dan hanya golongan Brahmana yang mengerti dan menguasai penggunaan bahasa tersebut. Teori ini mempertegas bahwa hanya kasta Brahmana yang memahami ajaran Hindu secara utuh dan benar. Para Brahmanalah yang mempunyai hak dan mampu membaca kitab Weda (kitab suci agama Hindu) sehingga penyebaran agama Hindu ke Indonesia hanya dapat dilakukan oleh golongan Brahmana. 4.  Teori Arus Balik
Teori ini dikemukakan oleh F.D.K Bosch yang menjelaskan peran aktif orang-orang Indonesia dalam penyebaran kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Menurut Bosch, yang pertama kali datang ke Indonesia adalah orang-orang India yang memiliki semangat untuk menyebarkan Hindu-Budha. Karena pengaruhnya itu, ada di antara tokoh masyarakat yang tertarik untuk mengikuti ajarannya. Pada perkembangan selanjutnya, banyak orang Indonesia sendiri yang pergi ke India untuk berziarah dan belajar agama Hindu-Budha di India. Sekembalinya di Indonesia, merekalah yang mengajarkannya pada masyarakat Indonesia yang lain.

Pada dasarnya para ahli sejarah membuat dua kemungkinan tentang proses masuk dan berkembangnya kebudayaan India ke Indonesia, yakni :

1. Bangsa Indonesia Bersikap Pasif

Teori ini memberi pengertian bahwa bangsa Indonesia hanya sekadar menerima kebudayaan India yang datang ke Indonesia. Pendapat yang mendukung teori ini cenderung melihat bahwa telah terjadi kolonisasi, baik secara langsung maupun tidak langsung dari bangsa India terhadap bangsa Indonesia. Oleh karena itu, diduga kebudayaan India yang berkembang di Indonesia mempunyai sifat dan bentuk seperti di negeri asal.

2. Bangsa Indonesia Bersikap Aktif

Teori ini memberi pengertian bahwa bangsa Indonesia sendiri yang berperan aktif mencari tahu dan mengembangkan kebudayaan India. Hal itu dimungkinkan karena kemampuan bangsa Indonesia yang dapat mengarungi samudera dengan perahu sederhana dapat mencapai India. Bangsa Indonesia tertarik dengan keteraturan dan keunggulan peradaban India sehingga berkeinginan menirunya. Salah satu caranya adalah bangsa Indonesia mengundang para brahmana India ke Indonesia untuk memperkenalkan kebudayaannya.

Para ahli sejarah juga telah membuat beberapa kemungkinan tentang para pembawa dan pengembang kebudayaan India di Indonesia. Terdapat tiga teori tentang pembawa dan pengimbang kebudayaan India di Indonesia, yaitu :

1. Teori Ksatria (Pendapat F.D.K. Bosch)

Teori ksatria menyatakan bahwa masuknya kebudayaan India ke Indonesia disebabkan adanya proses kolonisasi di wilayah India oleh orang-orang India. Raja-raja beserta prajurit India datang menyerang  dan mengalahkan kelompok- kelompok masyarakat yang ada di Indonesia. Wilayah koloni-koloni itulah yang menjadi pusat penyebaran kebudayaan India.

2. Teori Waisya (Pendapat N.J. Krom)
Teori waisya menyatakan bahwa masuknya kebudayaan India ke Indonesia dibawa dan disebarkan oleh para pedagang India yang singgah di bandar-bandar Indonesia. Para pedagang India yang singgah di bandar-bandar Indonesia sambil menunggu arah angin yang tepat untuk melanjutkan perjalanan ada yang menetap di Indonesia. Mereka ada yang menetap sementara dan ada pula yang menetap untuk selamanya. Mereka menetap selamanya karena telah menikah dengan wanita Indonesia. Dari perkawinan inilah makin memudahkan proses penyebaran kebudayaan India. Proses penyebaran kebudayaan juga makin lancar apabila para pedagang India itu dekat dengan penguasa lokal.
3. Teori Brahmana (Pendapat J.C. van Leur)
Teori brahmana menyatakan bahwa masuknya kebudayaan India ke Indonesia dibawa oleh para brahmana. Berdasarkan teori ini, para brahmana India itu datang ke Indonesia atas undangan para penguasa lokal di Indonesia. Dengan demikian, kebudayaan India yang berkembang di Indonesia adalah budaya golongan brahmana. Dari beberapa teori pembawa pengaruh kebudayaan India ke Indonesia, teori brahmana agaknya yang memiliki dasar kuat. Alasan yang dikemukakan para pendukung teori brahmana dalam menyangkal teori lainnya, antara lain sebagai berikut:
a. Tidak ada bukti yang mendukung bahwa para prajurit dan ksatria India mengadakan penguasaan wilayah (kolonisasi) di Indonesia. Sumber tertulis tentang proses kolonisasi, baik dari India maupun Indonesia tidak ditemukan. Selain itu, hal-hal yang selalu mengikuti proses kolonisasi berupa pemindahan segala unsur kemasyarakatan negeri induk (penjajah) tidak ditemui. Kalaupun ada di wilayah Nusantara yang ditempati oleh kelompok masyarakat India bukanlah proses kolonisasi. Namun, mereka adalah masyarakat biasa yang kebetulan bermata pencaharian sama sebagai pedagang. Tempat seperti itu sekarang masih dapat ditemui di bagian wilayah barat Indonesia yang disebut Kampung Keling.

b. Kemungkinan pembawa kebudayaan India ke Indonesia adalah para pedagang sesungguhnya juga kurang tepat. Alasannya, pedagang yang datang ke Indonesia adalah para pedagang keliling yang berasal dari kalangan biasa. Padahal, sifat kebudayaan India yang berkembang di Indonesia adalah kebudayaan tinggi. Alasan lainnya, hubungan pedagang India dengan penguasa lokal di Nusantara hanyalah masalah perdagangan. Dengan demikian, mustahil para pedagang tersebut mempunyai pandangan tentang tata negara dan hal keagamaan.

c. Pengaruh keagamaan dari India yang datang ke Indonesia salah satunya adalah agama Hindu. Padahal, agama Hindu pada awalnya bukanlah agama untuk umum. Artinya, pendalaman agama tersebut hanya dapat dilakukan oleh kaum brahmana. Merekalah yang dibenarkan mendalami kitab-kitab suci. Pada praktiknya, di dalam agama Hindu lahir beberapa aliran. Adapun sekte agama Hindu yang besar pengaruhnya di Jawa dan Bali adalah Saiya- Siddharta. Pada prinsipnya sekte Saiva-Siddharta bersifat esoteris. Untuk mencapai tingkatan brahmana guru, para brahmana biasa mengalami ujian berat dan bertahun-tahun lamanya. Ketika brahmana biasa ditasbihkan menjadi brahmana guru, ia dianggap telah mampu merubah air menjadi amerta. Brahmana demikianlah yang datang ke Indonesia atas undangan para penguasa lokal. Mereka diminta melakukan upacara khusus yang disebut Vratyastoma. Pada dasarnya kesaktian para brahmana inilah yang menyebabkan mereka didatangkan ke Indonesia. Mereka kemudian mendapat kedudukan terhormat di kalangan penguasa Indonesia dan menjadi inti golongan brahmana Indonesia yang berkembang kemudian.

Bersamaan dengan masuknya agama Hindu di Indonesia, masuk pula agama dan kebudayaan Buddha. Berita tentang masuknya agama Buddha di Indonesia bersumber dari keterangan seorang Cina bernama Fa Hien. Dari India, Fa Hien berlayar pulang ke Cina. Pada saat melewati Nusantara, kapalnya mengalami kerusakan akibat angin topan. Fa Hien terpaksa singgah di Ye-po-ti (Jawadwipa). Fa Hien mengatakan bahwa di Ye-po-ti banyak dijumpai berhala dan kaum brahmana, sedangkan agama Buddha hampir tidak ada. Hal itu berarti pada awal abad ke-5 agama Buddha belum masuk ke Jawa.

Pada abad ke-7 di Indonesia terdapat prasasti bersifat Buddha yang dibuat oleh raja-raja Sriwijaya. Hal itu menunjukkan bahwa pada abad ke-7 M agama Buddha masuk di Indonesia. Mula-mula yang berkembang adalah aliran Buddha Hinayana. Karena tidak cocok dengan kehidupan perdagangan dan paham animisme yang berkembang di Sriwijaya akhirnya berkembang aliran Buddha Mahayana.

Masuknya kebudayaan India menjadikan bangsa Indonesia mulai mengenal tulisan dengan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Dengan demikian, Bangsa Indonesia mulai memasuki zaman Sejarah, yaitu suatu periode atau pembabakan waktu ketika manusia mulai mengenal tulisan dan meninggalkan keterangan tertulis yang sezaman. Peninggalan tertulis itu dapat berupa prasasti (tulisan yang dipahatkan pada batu), tulisan pada daun lontar, ataupun dokumen lainnya. Setelah bangsa Indonesia mengenal huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta, pertumbuhan dan perkembangan masyarakat serta kebudayaannya makin cepat. Struktur masyarakat mulai berkembang lebih teratur dan terorganisasi.

Masyarakat yang sebelumnya hanya merupakan kelompok-kelompok sosial yang dipimpin oleh kepala suku mulai mengenal sistem pemerintahan dalam bentuk kerajaan yang bercorak Hindu ataupun Buddha.

Agama Hindu pada awal perkembangannya di Indonesia membawa pengaruh besar dalam sistem kemasyarakatannya. Sistem kasta yang sebenarnya bermakna pada pembagian tugas dan kewajiban pada setiap orang yang berlaku di dalam ajaran Hindu di India juga berkembang di Indonesia. Dengan sistem kasta menyebabkan masyarakat Hindu seakan-akan saling hidup terpisah dan membentuk kelompok sosial sendiri. Hal itu menyebabkan adanya jurang pemisah yang lebar antara kasta tinggi (kasta Brahmana dan kasta Ksatria) dan kasta rendah (kasta Waisya dan kasta Sudra). Stratifikasi yang mencolok itu menyebabkan kasta Brahmana memiliki peranan dan pengaruh paling besar dalam tata kehidupan masyarakat, termasuk kepada raja sekalipun. Kaum brahmana jugalah yang berhak membaca dan mempelajari kitab suci agama Hindu (Weda) serta yang mengatur upacara keagamaan. Oleh karena itu, kaum brahmana mendapat kedudukan yang tinggi di dalam setiap kerajaan Hindu (sebagai penasihat raja).

Perlu diingat bahwa pelaksanaan sistem kasta itu hanya berlaku pada saat agama dan kebudayaan Hindu baru masuk dan berkembang beberapa saat di Indonesia. Seiring dengan perkembangan zaman, sistem kasta itu hanya dijadikan ajaran dalam agama Hindu di Indonesia saat ini, tetapi tidak dilaksanakan secara mutlak. Setiap pemeluk agama Hindu mempunyai tugas dan hak yang sama dalam beribadah dan bermasyarakat.
Kelebihan teori Waisya:
Banyaknya sumber daya alam di Indonesia membuat para Waisya (kelompok pedagang) tertarik untuk bertransaksi jual beli di Indonesia. Pada saat itu, kebanyakan pedagang yang datang ke Indonesia berasal dari India yang merupakan pusat agama hindu, sehingga ketika mereka berdagang, mereka juga menyebarkan ajaran agama Hindu dan Buddha.
Kelemahan teori Waisya:
Para pedagang yang termasuk dalam kasta Waisya tidak menguasai bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa yang umumnya hanya dikuasai oleh kasta Brahmana.
Kelebihan
·         Semangat berpetualang dan menaklukan daerah lain, pada saat itu umumnya dimiliki oleh para Ksatria (keluarga kerajaan)
·         Tiga ahli mengemukakan pendapatnya tentang kelebihan dari teori Ksatria.
* C.C Berg
Mengemukakan bahwa para ksatria ini ada yang terlibat konflik dalam masalah perebutan kekuasaan di Indonesia. Mereka dijanjikan akan di beri hadiah apabila menang, yaitu dinikahkan dengan seorang putri dari kepala suku yang dibantunya. Dari perkawinan ini, tradisi hindu berkembang dengan mudah.
* Mookerji
Mengemukakan bahwa para ksatria ini membangun koloni-koloni yang akhirnya berkembang menjadi kerajaan dan menjalin hubungan dengan kerajaan India.
* J.L. Moens
Mengemukakan bahwa pada abad ke-5, banyak para ksatria yang melarikan diri karena peperangan di India. Para ksatria yang berasal dari keluarga kerajaan mendirikan kerajaan baru di Indonesia.
Kelemahan
·         Para ksatria Tidak mengusai bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa
·         Apabila daerah Indonesia pernah menjadi daerah taklukkan kerajaan-
kerajaan India, tentunya ada bukti prasasti (jaya prasasti/jayastamba/tugu kemenangan) yangmenggambarkan penaklukkan tersebut. Akan tetapi, baik di India maupun Indonesia tidak ditemukan prasasti semacam itu. Adapun prasasti Tanjore yang menceritakan tentang penaklukkan kerajaan Sriwijaya oleh salah satu kerajaan Cola di India, tidak dapat dipakai sebagai bukti yang memperkuat hipotesis ini. Hal ini disebabkan penaklukkan tersebut terjadi pada abad ke-11 sedangkan bukti-bukti yang diperlukan harus menunjukkan pada kurun waktu yang lebih awal.

Untuk penyiaran Agama Hindu ke Indonesia, terdapat beberapa pendapat/hipotesa yaitu antara lain:

1. Hipotesis Ksatria, diutarakan oleh Prof.Dr.Ir.J.L.Moens berpendapat bahwa yang membawa agama Hindu ke Indonesia adalah kaum ksatria atau golongan prajurit, karena adanya kekacauan politik/peperangan di India abad 4 - 5 M, maka prajurit yang kalah perang terdesak dan menyingkir ke Indonesia, bahkan diduga mendirikan kerajaan di Indonesia.
Kelebihan
·         Semangat berpetualang dan menaklukan daerah lain, pada saat itu umumnya dimiliki oleh para Ksatria (keluarga kerajaan)
Kelemahan
·         Tidak mengusai bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa
·         Apabila daerah Indonesia pernah menjadi daerah taklukkan kerajaan-
kerajaan India, tentunya ada bukti prasasti (jaya prasasti/jayastamba/tugu kemenangan) yang
menggambarkan penaklukkan tersebut. Akan tetapi, baik di India maupun
Indonesia tidak ditemukan prasasti semacam itu. Adapun prasasti Tanjore
yang menceritakan tentang penaklukkan kerajaan Sriwijaya oleh salah
satu kerajaan Cola di India, tidak dapat dipakai sebagai bukti yang
memperkuat hipotesis ini. Hal ini disebabkan penaklukkan tersebut terjadi
pada abad ke-11 sedangkan bukti-bukti yang diperlukan harus menunjukkan
pada kurun waktu yang lebih awal.

2. Hipotesis Waisya, diutarakan oleh Dr.N.J.Krom, berpendapat bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh kaum pedagang yang datang untuk berdagang ke Indonesia, bahkan diduga ada yang menetap karena menikah dengan orang Indonesia.
Kelebihan
·         Pedagang tentu membutuhkan area perdagangan yang luas agar lebih untung.
·         Agama Hindu bisa didapat hanya karena keturunan, maka para pedaganglah yang berketurunan dengan orang Indonesia agar agama Hindu tersebar.
Kelemahan
·         Tidak mengusai bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa
·         Peta persebaran kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia yang lebih banyak berada di pedalaman. Namun apabila pengaruh tersebut dibawa oleh para pedagang India, tentunya pusat kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha akan lebih banyak berada di daerah pesisir pantai.


3. Hipotesis Brahmana, diutarakan oleh J.C.Vanleur berpendapat bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh kaum Brahmana karena hanyalah kaum Brahmana yang berhak mempelajari dan mengerti isi kitab suci Weda. Kedatangan Kaum Brahmana tersebut diduga karena undangan Penguasa/Kepala Suku di Indonesia atau sengaja datang untuk menyebarkan agama Hindu ke Indonesia.
Kelebihan
·         Mengusai bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa
·         Hanya para Brahmana yang bisa melakukan upacara khusus yang menjadikan seseorang menjadi pemeluk hindu (Vratyastoma)
Kelemahan
·         Dalam tradisi agama Hindu terdapat pantangan bagi kaum Brahmana untuk menyeberangi lautan
4. Hipotesis Sudra, Teori ini menyatakan bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh kasta sudra. Mereka datang ke Indonesia dengan tujuan mengubah kehidupan karena di India mereka hanya hidup sebagai pekerja kasar dan budak. 
Kelebihan
·         Semua orang yang ada pada kasta Sudra pasti ingin memperbaiki hidup, salah satu caranya adalah pergi ke tempat lain seperti Indonesia
Kelemahan
·         Tidak mengusai bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa
·         Kasta Sudra umumnya tidak memiliki ilmu pengetahuan/pendidikan
·         Biasanya jika ada budak maka ada tuannya,maka jika pastilah ada kasta yang lebih tinggi dari sudra yang membawa kasta Sudra ke Indonesia.

5. Hipotesis Campuran, Teori ini beranggapan bahwa baik kaum brahmana, ksatria, para pedagang, maupun golongan sudra bersama-sama menyebarkan agama Hindu ke Indonesia sesuai dengan peran masing-masing.
Kelebihan
·         Kasta sudra merupakan budak maka pasti para ksatria dan pedagang membutuhkan mereka untuk melakukan peran masing-masing.
·         Semua kasta sebenarnya saling membutuhkan.
Kelemahan
Dalam tradisi agama Hindu terdapat pantangan bagi kaum Brahmana untuk menyeberangi lautan